Sempu, Pulau Yang Menyembunyikan Keindahannya

Pulau Sempu
Danau Segaraanakan yang berarti anak laut, keindahan yang tersembunyi

Tanggal 31 Desember 2011, saat orang-orang masih terlelap nyenyak di peraduannya, kami justru terjaga sambil menunggu angkutan truk datang menjemput, untuk membawa kami pergi. Kami ingin pergi dan mencatatkan akhir tahun 2011 di Pulau Sempu. Tepat pukul 02.00 dini hari, truk pun tiba. Kami bergegas menaikkan barang dan mengatur diri di dalam truk. Ternyata truk ini cukup untuk menampung kami yang berjumlah 32 orang, walaupun harus berdesak-desakan.

Perjalanan ke Malang Selatan memakan waktu sekitar 4 jam. Di perjalanan, terjadi berbagai macam tragedi, tragedi muntah, mengeluh, tidur nyenyak, kedinginan dan berbagai tragedi lainnya - yang terlalu panjang untuk dijelaskan. Pukul 06.00, kami tiba di rumah Pak Yusuf (perantau Sulsel yang bermukim di Malang Selatan).


Pulau Sempu
Truk yang membawa kami kesini

Setelah beristirahat selama 30 menit di kediaman beliau, kami kemudian dibagi dalam lima kelompok. Pembagian ini untuk mengatur pembawaan beban. Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan menuju pantai barat dengan berjalan kaki.

“pantai barat adalah tempat penyebrangan alternatif, tempat sandarnya perahu-perahu nelayan disini” ujar pak Bahtiar, salah satu nelayan yang berasal dari sulsel.


Pulau Sempu
Pelabuhan Barat, Sendang Biru

Perjalanan sedikit lambat, karena becek. Hanya 15 menit, kami sudah berada di rumah yang berada di permukaan laut dangkal ini. Dari sini, Pulau Sempu sudah kelihatan di kejauhan. Rencananya, kami akan di angkut 3 kali dengan memakai perahu bermesin berkapasitas 12 orang. Perahu penjemput pun datang.
"whe e eit ee.." teriak mufti ketika perahu sedikit oleng, saat dia coba naik di perahu.
"tenang mbak" kata awak perahu, mencoba menenangkan.
“perahu ini dilengkapi penyangga di kedua sisinya, yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan perahu.” timpal awak perahu lagi.

Perahu dengan membawa rombongan pertama mulai bergerak memecah permukaan air, sehingga menghasilkan gelombang-gelombang kecil yang melingkar, kemudian meluas dan menghilang di akar-akar pohon bakau. Saya masuk kelompok ketiga dalam pengangkutan perahu ini. Sambil menunggu perahu datang, kami yang masih tersisa, tak habis-habisnya berfoto ria. Hampir semua gaya diperagakan, tapi tetap berakhir dengan gaya “jari telunjuk di pipi”. (gaya Foto Khas, Anchi.)

Semua kelompok telah menyebrang, di pintu masuk pulau sempu, pelabuhan semut namanya. Kami diarahkan untuk jalan satu persatu, untuk pemaksimalan pengambilan video oleh tim dokumentasi video, Taslim dan Bomz. Setelah itu, perjalanan yang sesungguhnya kami mulai, perjalanan menuju danau segara anakan, sekalian mendirikan tenda disana. Jalan setapaknya berair, berlumpur dan sangat licin. Sehingga, kami sangat berhati-hati. Hanya saya dan Eli yang memakai sendal, yang lain sudah melepas sendalnya karena terlalu licin (kebanyakan teman-teman menggunakan sandal yang digunakan untuk ke mal atau ke wc = Sendal Jepit). Akhirnya pergerakan kami melambat selambat-lambatnya. Fachry telah berada jauh di depan. Dia berangkat duluan, karena dia juga membawa Carier (ransel) yang berat. Namun, di akhir-akhir, dia tersusul sandro yang memang hanya memakai daypack (backpack/tas).

Kami bergantian membawa Carrier yang berjumlah 6 buah. Hanya cowok yang membawa carier. Ada yang nampak muram ketika membawanya, ada pula yang ceria. Berbagai macam ekspresi bermunculan ketika akan atau sedang membawa carier. Wajar, karena banyak persediaan yang kami bawa, beras 5 kg, tenda dome 6 buah, gas elpiji ukuran 3 kg, kompor gas, air mineral botol ukuran 1,5 liter berjumlah 20 botol dan lain-lain. Semuanya berada dalam 6 Carier ini.

Kemilau air danau mulai kelihatan.“Sudah dekat kanda” Djarot dari belakangku bersuara untuk meyakinkan dan menyemagati. Nampak jelas di wajahnya rasa ingin menyudahi perjalanan ini. Saya pun demikian. Saya dan Djarot akhirnya sampai. Kami berada di belakang Riga, Sandro, Richardo, Efy, Ulfa yang lebih dahulu sampai, bahkan mereka sudah beberapa menit berenang. Saya menempuh perjalanan 3 jam. Rombongan terakhir yang sampai, Beddu, Aris, Putra, Diah, Ira, dan Sarti. Hampir 5 jam mereka tempuh. Tapi kelelahan mulai memudar karena danau biru segaraanakan ternyata mampu mengobati. Saya kemudian berlama-lama di air danau, juga untuk menghindari teriknya matahari siang itu.

Bermain bola, volley, kejar-kejaran. Banyak aktifitas kami lakukan. Tak lelah-elahnya. Perjalanan ke sempu sangat membutuhkan manajemen yang baik, tak ada sumber air tawar yang kami ketahui, medan yang menantang serta kami membawa personil yang banyak. Yang menjadi sorotan adalah manajemen air, sekali botol ukuran 1,5 liter dibuka segelnya, selang lima menit kemudian dengan berganti-ganti tenggorokan, air langsung habis sampai tetes terakhir. Begitu survivenya perjalanan ini. Bahkan beberapa orang secara tidak sengaja meminum air asin yang terisi dalam botol. Air asin terminum akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab. (Tapi, apakah ada yang mau bertanggung jawab dengan kondisi kami, kalau bukan diri kami sendiri.)

Semua tenda telah berdiri dengan tegarnya. Ada kelompok orang sedang asyiknya menyediakan makanan; ada sekelompok lagi yang dengan semangat mencoba menyalakan api; ada yang dengan santainya tidur-tiduran beralaskan matras. Angin juga cukup bersahabat. Tepat pukul 14.00 WIB, masakan tersedia. Kami segera menggelar alas nasi untuk makan bersama. Diawali dengan do’a dalam hati (tergantung keyakinan masing-masing, yang tidak punya keyakinan, hanya komat-kamit mulutnya tanpa ada yang di ucapkan - ini cuma asumsi saya.) Makanan siang ini, ikan tongkol, sambel ala sarti, dan eksperiman sup ikan oleh Abhy dan Sarti. Gurih, sedap dan rasa ingin tambah. Sayang, materi yang tersedia, nasi 30 % dan lauk 70%. Penyakit manusia, rasa tidak puas akhirnya kambuh. Tapi dengan cerdasnya bagian konsumsi kembali menyediakan ikan-ikan bakar untuk menjadi obatnya.

Sore berlalu, malam pun tiba. Kami juga telah selesai makan malam. Hujan rintik-rintik mulai turun. Kami berkumpul di depan tenda-tenda yang memang kami susun agak melingkar. Tepat, kami berada di tengah-tengahnya, menyanyi, bercerita, bercanda, hingga larut. Tepat pukul 00.00, 1 Januari 2012, terdengar sayup-sayup kembang api dan nyanyian para pengunjung. Saya hanya bisa terbaring di tenda. Setelah ngobrol-ngobrol tadi, saya sangat merasa lelah. Mungkin karena terlalu banyak berenang.

Pukul 03.00 dini hari, hujan deras turun. Untung kami sudah membuat parit sedalam 15 cm mengelilingi tenda-tenda yang kami dirikan. Awalnya tak berefek sama sekali. Tapi, hujan semakin deras, akhirnya membawa pasir-pasir dan menimbun parit yang kami buat. Rasanya seperti di atas perahu, untung saja tenda yang kebetulan kami pinjam masih baru dan tidak tembus air. Hanya tenda kelompok cewek yang kemasukan air, karena memang tenda mereka sudah uzur. Penderitaan mereka baru saya ketahui di pagi hari. Begitulah petualangan” kataku untuk mencoba mengurangi penderitaan mereka yang memang telah berakhir. Setidaknya untuk pagi ini.

Pukul 8 pagi, kami bergantian berfoto ria, menghadap ke lepas pantai selatan. Ombak yang deras menjilat-jilat, tapi tak menggangu kami. Karena, kami berada di atas karang setinggi 10 meter. Aneka gaya diperagakan. Sampai gaya yang belum pernah saya lihat sebelumnya juga di peragakan oleh teman–teman. Yang menjadi bahan humor kami.

Pulau Sempu
Ekspresi lelaki yang tak pernah saya lihat (bagian 1)

Pulau Sempu
Ekspresi lelaki yang tak pernah saya lihat (bagian 1)

Pukul 10.00, setelah makan pagi dengan nasi + sosis, dan juga telah selesai packing peralatan. Kami bergegas pulang, namun sebelum itu, kami memunguti sampah-sampah yang bertebaran di mana-mana. Sampah-sampah ini ditinggalkan oleh para manusia perusak, yang hanya ingin menikmati kemudian merusaknya. Semoga kami tidak demikian.

Perjalanan pulang dimulai, saya dan Eli jalan paling belakang. Kami berdua dari awal tetap memakai alas kaki, takut kaki lecet. Karena, saya pernah dengar saran dari Herman O. Lantang, pada jambore Mapala PTM di pare-pare 2010.

Gue kalau naik gunung, pasti paling menjaga kaki dibandingkan peralatan yang lain, kaki adalah alat untuk berjalan, dengan kaki yang luka atau cedera, kita tidak bisa berbuat apa-apa


Ya... pendapat beliau logis juga menurut saya. Dan dimanapun saya berada, kaki akan terus saya jaga. (karena kaki banyak gunanya). Namun, yang menjadi persoalan medan sangat licin, tapi saya dan Eli, yang memang sama-sama punya pengalaman dalam penjelajahan alam bebas dengan mudah bisa melewati medan ini, saking mudahnya kami sampai kesasar selama satu jam. Kami harus mendaki bukit yang lumayan terjal untuk bisa kembali ke jalur konvensional. Setelah kembali ke jalur yang seharusnya, selang setengah jam kami sudah sampai di tempat penjemputan perahu. Senang rasanya. Liburan di sempu asyik dan menantang, juga cukup menyiksa. Bahkan, beberapa teman-temantelah menyatakan sikap: “saya tak mau kesini lagi”.

Sempu, pulau yang indah, dan tersembunyi
Kami dijemput perahu tiga kali Pulang-pergi. Seampai di rumah pak Yusuf, kami berebut untuk mandi. Kebetulan tersedia kran air tawar di depan rumah beliau, jadi kami mandi berjamaah di depan rumah beliau. Alangkah berlumpurnya teman-teman yang mandi. Seperti sehabis mengembala sapi di sawah. Setelah semua mandi, kami berkoordinasi, kemudian makan siang, lalu pulang. Liburan berakhir, kembali ke aktifitas perkotaan yang sudah menunggu. Terima Kasih IKAMI Sulsel Cabang Malang yang telah membawa kami ke sini dan mengenalkan kami banyak hal. (Catatan Kegiatan Catatan Akhir Tahun 2011 - IKAMI Sulsel Cabang Malang)

IKAMI Sulsel Cabang Malang di Pulau Sempu
Rombongan IKAMI Sulsel Cabang Malang

7 komentar:

  1. Nice ... Sempu, IKAMI SULSEL C MALANG ...
    momoriku ke belakang sekali, hari ke dua DIKLAT RUANG Calon Anggota MPA Kepak Elang, pas materi JURNALISTIK ALAM BEBAS, terus ke DIKLAT LAPANGAN, trus ke ARJUNA WELIRANG, LAWU, dan seterusnya ke setiap perjalanan alam bebas. Tapi parah karena saya lupa-lupami caranya menulis begini sekarang, pasti loncat-loncatki caraku bercerita, ndak tersusun seperti di atas. Ndak dari awal, kadang dari tengah ke ending cerita, trus kembali lagi ke tengah, baru ke awal. Pokoknya acak-acakan.

    Pernah saya dengar memang masalah alas kakinya Herman Lantang itu, tapi ndak kutahuki klo beliau yang bilang begitu, saya kira dari logikanya senior KE, ternyata Herman Lantang. Logis.

    Masalah tenda yang bocor dan got 15 cm yang parah, Tempat penampungan air hujan yang harus diperhatikan betul, klo perlu bikin got yang besar dan dalam dan alirannya harus ke tempat yang lebih dangkal, saya rasa kau tahuji yang dangkal itu, tapi memang gotmu yang kecil. Terus tenda seharusnya na cek memangmi Fachri sebelum di pake. Say juga menyesal ndak kasi pinjam tenda akhirnya. Pun klo kondisinya itu tenda ditahumi begitu sudah check list dan harus dibawa ke alam, karena yang cewek cenderung cepat terganggu psikologinya maka sebaiknya tenda yang kondisinya 50-70% dipake sama cowok. Tapi saliat di atas nd adaji sampe terganggu psikologinya, jadi sapikir nd papaji. Cuman sekedar seringji. Hahahahah ...

    Pas kau nyasar sama Elly (siapakah?) naik bukit! Untung kau nd ketemu binatang buas ... hahahhah

    Foto: nice pict, walaupun kauji sama Riga yang keliatan bagus gayanya. Yang lain terpaksa semua ... hahahhah

    Yang terakhir, saya menyesal nd ikut ke Sempu padahal ragaku masih di Malang.

    Sukses selalu Ketum IKAMI SS C MLG. Jaya selalu di alam

    BalasHapus
  2. spektakuler petualangannya....

    BalasHapus
  3. @kanda komeng, saya lupa tulis kalau anak2 cewek itu, memilih sendiri tendanya dan kita memang dalam kondisi tidak sempat mengatur, cewek tidur sini cowok disini, tapi 2 tenda langsung di isi kelompok cewek, akhirnya yang cowok mengisi yang sisa.
    elly itu yang samping kiriku di truk. saya berdua sudah khawatir, baru ketahuan setelah dirumahnya pak yusuf.
    untuk petualangan ini saya tidak mau banyak menggurui kanda, saya hanya mengarahkan sedikit, dan menyampaikan untuk apa gunanya (beberapa hal tentang manajemen petualangan) jadi yang gali teman - teman, bukan saya. tapi pas di gali parit siang dan agak keras tanah bercampur pasir, tapi pas hujan, begitumi yang terjadi.
    jangan bosan - bosan mengajar kanda. (dunia teks ini) terima kasih banyak. (segalanya)

    BalasHapus
  4. Saya yakin, yang pake kemeja ji itu yang paling luar biasa !!! Hahahaha

    BalasHapus
  5. yang pake kacamata saya....

    BalasHapus
  6. tahun baru memilikukan (Taslim berkata)

    BalasHapus
  7. saya tetap akan bilang : liburan yang akan selalu di rindukan...

    BalasHapus